Bekerja dengan Kami
CERITA
Pemuda Solol dan Produksi Komoditas
20 December 2022 - oleh Admin

Hari menjelang tengah hari. Jonpit memisahkan ampas kelapa terakhir yang baru diremasnya. Di hadapan anak pemuda ini, sebuah baskom besar hampir penuh terisi santan.

 

Jonpit bergegas mengambil plastik dan tapisan. Santan kelapa yang baru diperas itu lantas disaling ke dalam wadah plastik yang salah satu ujungnya sudah terikat. Santan-santan ini akan didiamkan selama 24 jam agar memperoleh Virgin Coconut Oil (VCO). Jonpit tidak sendiri. Dia dimentoring oleh Grison, fasilitator Bentara Papua yang terbiasa membuat VCO.

 

Grison telah berkali-kali mencoba membuat VCO. Berkali-kali ia harus menghadapi kegagalan dan mencari cara hingga menemukan praktik terbaik. Rangkaian belajar dari kegagalan inilah yang hasilnya disebarluaskan kepada kelompok kecil pemuda Solol.

 

Produksi VCO adalah salah satu kegiatan rutin yang dilakukan para pemuda kampung di stasiun Solol. Selain Jonpit, ada Gebby, Alfin, Memet dan Rein. Para pemuda ini selalu bersama-sama. Mulai dari menyortir dan melepas batok dari sabutnya, memarut daging kelapa hingga mengolahnya menjadi VCO atau minyak kelapa kampung.

 

Jonpit dan teman-temannya adalah sekumpulan pemuda yang tidak melanjutkan sekolah hingga ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada yang putus sekolah sejak Sekolah Dasar, ada yang hanya sampai Sekolah Menengah Pertama. Sehari-hari mereka berada di stasiun.

 

“Mereka anak-anak yang mau belajar. Memiliki motivasi khusus yang bikin mereka selalu datang. Berbeda dengan teman-teman pemuda lain yang sekolah hingga perguruan tinggi. (Kelompok yang disebut terakhir ini) cenderung berorientasi menjadi Aparatur Sipil Negara,” kata Grison.

 

Bentara Papua pernah membuat Sekolah Kampung Merdesa (SEKAM). Para pemuda awalnya hanya mendengar namun tidak terlibat sebagai peserta SEKAM. Sejak saat ini, Jonpin dan kawan-kawan seringkali datang ke stasiun. Mereka melihat aktivitas yang sehari-hari dilakukan, seperti membuat tepung pisang, minyak kelapa dan VCO. Dari pengalaman ini, perlahan mereka mulai belajar dan terlibat pengolahan komoditas.  

 

Buah kelapa yang diolah kumpulan pemuda ini berasal dari kebun masyarakat di Solol. Hampir setiap hari ada yang datang mengantarnya. Buah ini dibeli oleh pengelola stasiun, tidak lagi oleh Bentara Papua yang hanya memberi stimulan di awal. Sebutirnya Rp.1000 untuk buah yang besar. Jika berukuran kecil, harganya Rp. 500/buah. Agar produksi santannya lebih banyak, buah kelapa yang dibeli harus benar-benar tua tapi belum mengeluarkan tunas.

 

Awal-awal terlibat dalam pemanfaatan buah kelapa menjadi minyak kelapa, Jonpit, dan kawan-kawan memang diberi cukup kebebasan untuk berkreasi. Mereka bebas mengujicoba cara-cara yang mereka tahu sebelum menemukan formula yang sesuai. Misalnya dengan mencoba cara pembuatan yang dilihatnya di rumah masing-masing.

 

Yunes Bonay, yang sejak awal terlibat pengorganisasian masyarakat Solol, mengisahkan bagaimana mula-mula pemuda membuat minyak kelapa kampung. “Awalnya teman-teman pemuda ini tidak cukup percaya diri. Mereka khawatir jika yang mereka kerjakan hanya akan gagal. Karena itu kami terus mendorong dan memberi kesempatan untuk ujicoba terus-menerus.”

 

Dalam ujicoba awal, ketika memasak santan hingga menjadi minyak, para pemuda masih mencampur ampas awal dengan minyak yang bening. Proses ini membuat warna minyaknya cenderung keruh, tidak bening. Mereka kemudian mencoba lagi dengan memisahkan sehingga hasilnya lebih bening. Keberhasilan ini membuat mereka lebih yakin dengan proses yang sudah dijalani.

 

Sekarang ini, Jonpit, dan kawan-kawan sudah memiliki ketrampilan yang cukup baik dalam membuat minyak kelapa. Mereka juga sudah memiliki inisiatif sendiri manakala melihat buah kelapa mulai bertumpuk di halaman stasiun.

 

Produk olahan yang dihasilkan dari stasiun Solol Produk olahan yang dihasilkan dari stasiun Solol

 

Perubahan anak-anak muda seperti Jonpit dan kawan-kawannya juga diperhatikan oleh Bapak Sela, salah satu tokoh pemuda di Solol. “Mereka sebelumnya lebih banyak menganggur di kampung. Tidak ada yang jelas dikerjakan. Tapi sejak ada stasiun Bentara Papua yang melatih membuat minyak kelapa, VCO, juga tepung dari pisang, mereka kini memiliki kegiatan yang produktif.”

 

Sejauh ini, kegiatan produksi VCO atau minyak kelapa memang masih terpusat di stasiun. Salah satunya karena fasilitas yang lebih lengkap dan bahan baku yang selalu tersedia. Namun setidaknya ketrampilan yang sudah dimiliki Jonpit, dkk bisa menjadi modal awal. Yang bisa bermanfaat dalam membantu memenuhi kebutuhan keluarganya agar tidak selalu bergantung barang dari warung.

 

Di luar memproduksi komoditas, rombongan kecil Jonpit ini juga belajar berkebun di halaman stasiun. Mereka belajar menggemburkan tanah, membuat bedengan, serta menanam sayuran seperti cabe, kangkung dan sawi. Hasil dari kebun memang belum seberapa. Jikapun panen, hanya untuk dikonsumsi.

 

 

Kunjungan Wakil Bupati Raja Ampat ke Stand Produk Kampung Solol Kunjungan Wakil Bupati Raja Ampat ke Stand Produk Kampung Solol

 

Dalam jangka panjang, perubahan aktivitas anak-anak muda ini membutuhkan dukungan dari pemerintah kampung Solol. Kegiatan produksi komoditas yang mereka lakukan semestinya bisa ditopang oleh keberadaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam). Dengan kehadiran BUMKam, proses pemasaran bisa menjangkau kampung-kampung tetangga yang berada di pesisir Pulau Salawati.

  

Gagasan di atas juga disampaikan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat yang sempat berkunjung ke Solol ketika menghadiri kegiatan gereja belum lama ini. Tantangan seperti ini juga yang menjadi concern Bentara Papua.   

Cerita Lainnya

Dapatkan Informasi dan Update Terbaru dari Kami

Rumah Bentara Papua
Jalan Asrama Jayapura, Manggoapi Dalam, Angkasa Mulyono-Amban Manokwari - Papua Barat Indonesia, 98314

Foto dan gambar ©Bentara Papua atau digunakan dengan izin.
© Bentara Papua. All Rights Reserved

Web Design by SOLV