Ketika kita menanyakan kepada seorang anak kecil tentang cita-citanya setelah dewasa nanti,beberapa jawaban yang dominan diucapkan anak-anak itu biasanya mengarah pada profesi dokter, pilot, polisi dan tentara. Jarang kita mendengar kata petani diucapkan anak-anak sebagai profesi yang akan menjadi cita-citanya dikemudian hari. Hal itu yang dialami oleh seorang pemuda dari Kampung Mangguandi Kepulauan Padaido Biak Numfor, Supi Silas Rumkorem. Pemuda berusia 19 tahun ini mengatakan, dulu ketika masih kecil cita-citanya yang selalu didengungkan ketika menjawab pertanyaan guru kelasnya adalah menjadi tentara. Sementara teman-teman sekelasnya ada yang ingin menjadi dokter, polisi dan pilot. Tanggapan guru kelasnya atas pernyataan itu; hebat, luar biasa dan bangga.Gurunya bahkan tak merespon balik untuk memberikan masukan tentang adanya profesi lain selain empat profesi tersebut di atas. Demikian halnya dengan para orang tua, yang biasanya menambahkan profesi Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi cita-cita anaknya. Seorang Supi bahkan baru mengetahui ada profesi petani dan profesi-profesi lainnya setelah mengikuti pendidikan Pace Involvement angkatan I Tahun 2018, yang diselenggarakan Perkumpulan Bentara Papua bekerjasama dengan Insist Yokyakarta. “Pertama Kaka Hengki (Hengki Simbiak yang pernah bekerja di Greenpeace Indonesia)yang kase tau saya, lalu kaka Hengki minta saya ikut kegiatan Pace Involvement. Awalnya saya ragu, karena saya pikir; ini pasti orang-orang hebat yang ikut kegiatan ini. Pasti mereka orang kuliah atau orang yang kerja. Saya jadi minder, tapi kaka hengki bilang harus berani dan percaya diri,” tutur Supi. Anak pertama dari 9 bersaudara ini kemudian dengan sedikit percaya diri memutuskan untuk mengikuti kegiatan yang disarankan Hengki Simbiak. Bersama Hein teman sekampungnya dari Aipiri Manokwari itu selanjutnya bergabung dengan peserta lainnya dari Maluku Utara, Kaimana, Sorong Selatan, Raja Ampat dan Jayapura memulai pendidikannya di Sekolah Aipiri Pace Involvement. Seminggu diberikan teori ilmu pengetahuan yang tak pernah Supi dapatkan di bangku sekolah dan tiga minggu melakukan praktek di Kampung Aipiri itu, kepercayaan diri dan cara pandang Supi mulai berubah. “Satu minggu dalam kegiatan itu saya masih minder dan malu-malu, tapi setelah itu jadi akrab. Kaka Maikel ( Maikel Kladit, local champion Bentara Papua dari Kampung Manggroholo di Sorong Selatan) yang pancing untuk bisa bicara. Setelah ikut kegiatan itu satu bulan. Saya semakin percaya diri dan tahu banyak hal,” ujar lulusan SMA YPK Oikumene Manokwari angkatan 2015 ini. Bahkan dalam hal pengetahuan dan penguasaan alat-alat teknologi seperti Laptop, GPS dan drone baru didapatkan setelah mengikuti kegiatan ini. “Selama ini saya belum tahu mengetik di laptop, apalagi Alat GPS. Tapi saya bisa dapatkan itu di sini, dan akhirnya dari tidak tahu sekarang menjadi tahu. Bikin sampai saya penasaran dengan alat-alat ini,hahaha,”katanya sambil ketawa. Dalam kegiatan Pace Involvement itu, Supi mengaku banyak dapat inspirasi juga dari Rudi (pemuda asal Cilacap yang membantu Bentara Papua dalam mengembangkan pertanian di Pegunungan Arfak dan Manokwari), untuk dapat dipraktekan di kampungnya. “ Dari kaka Rudi itulah yang bikin saya punya cita-cita yang awalnya menjadi tentara berubah, dan saya memutuskan untuk menjadi petani. Karena ada kebun di Kampung Aipiri yang bisa saya olah dan juga di kampung Mangguandi,” kata lulusan angkatan 2013 SMP Negeri 15 Anggori Manokwari.
Namun setelah kegiatan Pace Involvement berakhir, Supi merasa seperti kembali ke Titik Nol. Laptop dan Alat GPS yang sebulan dipelajarinya sudah tak bersamanya lagi. Tapi kepercayaan dirinya dan pengetahuannya tentang ilmu yang didapatkan dari Pak Roem Topatimasang, Tan Johan, bang Anto, bang Radjawali,dan sejumlah aktivis lingkungan di Bentara Papua, masih membekas di hati dan kepalanya. “Setelah kegiatan selesai, saya berangkat ke Biak, untuk lihat bapa yang lagi sakit. Bulan Desember, bapa minta saya untuk kembali ke Manokwari bawa adik perempuan liburan ke Biak.Tapi bapatua di Aipiri minta saya dan adik saya untuk tidak kembali ke Biak. Bapatua kuatir nanti tidak kembali sekolah,” tandas Supi. Ketika berada di Kampung Aipiri, Supi membantu bapatua dan mamatuanya bersihkan kebun dan aktivitas lainnya yang bisa ia kerjakan. Termasuk menjadi pengasuh sekolah minggu. Tiba-tiba handphone berbunyi, ada pesan masuk dari Direktur Bentara Papua; Supi siap tidak ikut kaka Rudi ke Anggi? “Saya siap Bu Cipenk. Saya balas pesan Ibu Cipenk. Pokoknya saya senang skali begitu baca pesan dari Ibu Cipenk. Apalagi dari dulu, saya punya keinginan untuk lihat Anggi tidak sampai-sampai. Jadi ini kesempatan,” cerita Supi. Dalam perjalanan ke anggi itu, lanjutnya, mereka membawa sekitar 1000 bibit kopi Arabica untuk dibagikan kepada warga di Kampung Testega, Bamaha dan Kostera. Supi mengaku, selama 4 jam perjalanan dari manokwari ke anggi, dirinya merenung sungguh beruntung nasibnya mendapat kesempatan ini. karena impian untuk melihat anggi yang indah ini akhirnya bisa terwujud. Bahkan tidak sampai disitu. Ada hal lain yang lebih penting baginya adalah dia menerima banyak pengetahuan selama mendampingi Rudi di Anggi dan Pondok Bentara Manokwari. Bukan saja pengetahuannya tentang pertanian bertambah, justru ada tambahan pengetahuan lainnya yang ia dapat. “Selain itu, saya juga belajar bersama mas ade( Peserta magang ke Jepang), bagaimana cara menganalisis tanah dan mengukur ph tanah dan menggunakan alat-alat itu. Setelah kembali ke manokwari, kami membuka kebun belajar lagi di samping pondok bentara papua dan saya belajar lagi menggunakan laptop dan mengetik. Sekarang saya sudah lincah pakai laptop,hahaha...,”cerita Supi sambil tersenyum lebar. Anak dari Zakarias Rumkorem dan Merlina Kmur ini bahkan mengakui, bahwa apa yang dialaminya sekarang tidak terlepas dari peran Hengki Simbiak dan Perkumpulan Bentara Papua. Mungkin ini baru awal, jadi saya tidak boleh sombong. “Tapi saya akui, sampai sejauh ini, saya sungguh mengucap syukur kepada Tuhan, karena bertemu orang-orang yang luar biasa,”ucapnya. Perjalanan Supi Rumkorem ini kalau terus konsisten dijalurnya, akan seperti pepatah kuno yang mengatakan; Seperti apa anda lima tahun mendatang, sangat ditentukan oleh orang-orang yang anda temui dan buku-buku yang anda baca hari ini.*)
Catatan: Saat tulisan ini dipublish di website bentarapapua.org, Supi bersama Rudi sedang belajar pertanian di Solo Jawa Tengah selama satu bulan. Anda juga bisa melihat visual dari cerita di atas pada youtube bentara papua : https://www.youtube.com/watch?v=1hs3SW4K5Ko&t=242s
Cerita Lainnya
Pengaruh Tanaman Yorban Bagi Masyarakat Adat Knasaimos
30 Sep 2024
Inisiatif Edi Iryow Melatih Dirinya Bertani Kopi
26 Jul 2024
Tujuh Tahun Berjuang, Wilayah Hutan Adat Knasaimos Diakui Negara Melalui SK Bupati Sorong Selatan
07 Jun 2024
Kabar Baik: Masyarakat Adat Knasaimos Terima SK Pengakuan Wilayah Adat dari Bupati Sorong Selatan
06 Jun 2024
HILANGKAN KEBIASAAN GUNAKAN PUPUK KIMIA, PETANI LOKAL TERAPKAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK