MANOKWARI(16/12/2019)- Pada Juni 2019, Bentara Papua membuka lowongan relawan kampung dan relawan petani muda. Relawan petani muda dibuka untuk pemuda se-Nusantara yang telah cukup mahir dalam pertanian organik, sedangkan relawan kampung ditujukan untuk pemuda-pemudi di wilayah Manokwari dan sekitarnya yang mau belajar di kampung terkait pertanian organik, pemetaan dan ekonomi skala kecil.
Lowongan itu diumumkan melalui akun Facebook dan Instagram. Prosedur lamarannya dikirim lewat email atau diantar langsung ke kantor Pondok Bentara Papua. Lowongan untuk petani muda dominan pelamarnya dari luar Papua, sedangkan untuk relawan kampung didominasi oleh pelamar di wilayah Papua dan Papua Barat. Khusus relawan kampung, sebenarnya dikhususkan bagi para pemuda yang berdomisili di Manokwari, namun karena diposting di media sosial, rupanya pendaftar dari luar Manokwari juga cukup banyak yang mendaftar.
Tercatat ada 54 pelamar relawan kampung, namun hanya 12 orang yang berdomisili di Manokwari, dan keduabelas pemuda ini yang kemudian dipanggil untuk diwawancarai dan dibekali beberapa pengetahuan sebelum diikutkan bersama staf Bentara ke lokasi pendampingan. Sedangkan untuk petani muda, sebenarnya sudah ada beberapa kandidat, namun terkendala pada hal non teknis untuk ke Manokwari. Sehingga yang bisa diproses hanya pelamar relawan kampung. Nah, menariknya dari 12 nama itu, tidak ada nama Demius Aud. Waktu pemanggilan kandidat relawan kampung untuk wawancara, Demi justru datang sendiri ke Pondok Bentara, tanpa dipanggil. Kami cek lagi di email maupun lamaran yang diantar langsung, nama Demius Aud memang tidak ada di daftar penerimaan relawan kampung. Rupanya lamaran Demi itu ditujukan ke lowongan petani muda.
Awalnya ditolak karena tak memenuhi kriteria dalam lowongan relawan petani muda. Namun, Demi tak menyerah, ia sangat ingin bergabung. Nah, karena keinginannya yang kuat, kemudian Demius diminta untuk membuat surat lamaran dengan tulis tangan untuk lowongan relawan kampung, lalu diserahkan, meskipun pendaftaran sudah ditutup.
Selanjutnya 12 pelamar ini ditambah Demius Aud mengikuti pembekalan selama seminggu di Pondok Bentara. Pembekalan yang diberikan berupa pengetahuan pertanian organik, alat-alat ukur tanah, tentang pemetaan, dan praktek ekonomi skala kecil dengan memanfaatkan pangan lokal Papua.
Dalam proses pembekalan itu, beberapa calon relawan kemudian mengundurkan diri dengan alasan yang beragam. Mereka yang ada kemudian mengikuti pembekalan itu,lalu selanjutnya diikutkan bersama staf Bentara untuk menjalani program relawan selama 6 bulan. Beberapa relawan diikutkan ke Kampung Bamaha Distrik Anggi Kabupaten Pegunungan Arfak ( Salah satu Pondok Belajar Bentara Papua di wilayah Pegunungan Arfak), dan lainnya ke Solol Raja Ampat dan Teminabuan Sorong Selatan.
Seiring berjalannya waktu, satu per satu relawan kampung mengundurkan diri, dan hingga Desember 2019, yang bertahan hanya 4 orang relawan, yakni Tasya, Oki, Cesar dan Demius.Menariknya lagi, ke-4 relawan ini,termasuk Demi, masih ingin melanjutkan program pendampingan bersama Bentara Papua pada 2020 ini.
Lalu apa yang membuat Demi ingin melanjutkan program pendampingan masyarakat bersama Bentara Papua?
“Waktu itu saya lagi menyimpan pakaian untuk persiapan berangkat pulang kampung, tapi kemudian ada teman yang datang kase tau, kalau Bentara Papua ada buka lowongan relawan kampung,jadi saya tertarik untuk bergabung,” tutur Demius Aud.
Tapi karena lupa pasword emailnya, ia minta saudaranya untuk mengirim berkas lamarannya. “Teman bilang sudah kirim,tapi ternyata tidak. Untung waktu itu saya datang sendiri langsung ke kantor Bentara, jadi bisa diterima,” ujar Demius dengan senyum khasnya.
Demius yang merupakan lulusan Diploma III Jurusan Budidaya Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua Manokwari kemudian berbagai cerita. “ Memang saya lihat foto spanduk penerimaan relawan itu terkait dengan Pertanian, tapi saya beranikan diri untuk mencoba daftar, karena saya dulu sekolah pertanian di Wamena,” tandasnya.
Waktu dipanggil untuk wawancara, Demi juga sudah mengutarakan, kalau basisnya sebenarnya adalah pertanian. Ia bahkan lebih sering mempraktekan itu dalam kehidupan sehari-hari, dengan membuka kebun di sekitar asrama atau pondok tempat tinggalnya ketika kuliah.
“Waktu daftar di Unipa, saya daftar untuk pertanian dan kehutanan, tapi nama saya keluar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, jadi saya ikut saja,” tutur Demi berbagi kisahnya.
Demi sebenarnya datang ke Manokwari untuk kuliah itu Tahun 2011, namun, karena datangnya terlambat, akhirnya ia harus menunda setahun untuk memenuhi keinginannya melanjutkan kuliah di Unipa. “ Waktu tiba di Bandara, saya langsung ke Unipa, tapi dong bilang sudah terlambat, karena tes masuk sudah lewat. Untungnya ada saudara-saudara sini yang membantu, jadi saya tidak putus asa, tapi saya langsung mengambil keputusan untuk cari kerja. Saya kerja di pelabuhan sebagai buruh angkat-angkat barang, selama setahun, sampai Unipa buka pendaftaran lagi, baru saya ikut, akhirnya diterima kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,” jelasnya.
Pemuda asal Iluga Kabupaten Mamberamo Tengah Papua ini mengatakan bahwa dalam proses perkuliahannya ternyata tidak berjalan dengan mulus. Selain sibuk dengan organisasi Ikatan Mahasiswa Asal Mamberamo Tengah dan beberapa kali jatuh sakit, ia akhirnya terlambat setahun. “ Waktu Praktek Kerja Lapangan juga begitu, saya hampir gagal karena sakit, tapi akhirnya bisa melewati itu dan bisa selesai di Unipa,” tandasnya.
Bagi Demi, semua proses yang dilalui adalah pelajaran baginya, dan ia berusaha untuk menghadapi semua rintangan dengan tenang dan percaya diri. “ Waktu saya praktek di laboratorium untuk tugas akhir karya ilmiah berjudul Pembenihan Ikan Mas Secara Alamiah, itu ada 4 ikan mas yang saya pakai untuk penelitian, yaitu 2 ekor ikan mas jantan dan 2 ekor ikan mas betina. Saya tidak tahu, ada kebiasaan ikan mas jantan kalau malam akan lompat tinggi, jadi saya tidak tutup wadahnya. Besok saya masuk lab ( Laboratorium), saya dapati satu ekor ikan mas tergeletak mati dilantai lab. Jadi saya ulangi lagi, cari satu ekor ikan mas jantan untuk penelitian,” jelasnya.
Meski tidak tidur 24 jam hingga jatuh sakit saat melakukan pengamatan pada proses perkawinan hingga menghasilkan telur-telur ikan, Demi mengaku puas, bahwa dengan melakukan praktek, ia jadi lebih tahu apa yang dipelajari.” Saya memang lemah kalau teori, tapi kalau praktek saya bisa lakukan,” tuturnya.
Pria kelahiran 14 Desember 1992 mengaku ditinggal ayah dan ibunya sejak kecil dan harus hidup berpindah tempat dengan berjalan kaki mengikuti pamannya, sehingga setiap tantangan yang ia hadapi, akan selalu dijadikan pelajaran untuk menjadi lebih baik.
“Saya senang sekali bergabung dengan Bentara, karena banyak sekali yang saya dapati di sini. Saya juga senang akhirnya bisa tahu kehidupan masyarakat di Pegunungan Arfak. Saya lebih senang tinggal di sana, karena tenang dan bisa berkebun dengan masyarakat,” kata pria asal pegunungan tengah Papua ini.
Demi yang memiliki 3 bersaudara ini sudah berkomitmen dalam dirinya untuk menimbah ilmu sebanyak mungkin untuk dijadikan bekal saat kembali ke kampungnya. Bentara Papua menurutnya adalah salah satu yang bisa memberikan dia ilmu, jadi dirinya akan memanfaatkan momentum itu untuk belajar dan terus belajar.
“Keluarga ada telepon bilang pulang, karena ada orang yang mau masuk ke daerahnya, tapi saya bilang, nanti dulu, karena saya masih harus belajar. Kita harus banyak tahu, supaya mampu bekerja dengan baik. Bukan hanya asal bicara saja, tapi tidak tahu prakteknya,” tandas Demi yang juga lulusan SMK Pertanian Yasores Wamena.
Ditulis oleh : Ab Yomo