Manokwari – Hutan Primer Papua Barat yang sangat luas ini, dinyatakan memenuhi kriteria untuk mendapat dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF). Hal ini terungkap dalam lokakarya potensi pendanaan GCF di Provinsi Papua Barat, yang berlangsung di Manokwari,Rabu(19/6/2019).
Menurut Noor Syaifudin, Kepala Sub-bidang Pendanaan Perubahan Iklim, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuanga Republik Indonesia, dalam sambutan kegiatan Workshop Potensi Pendanaan Green Climate Fund (GCF) menyatakan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang telah membangun skema pembiayaan melalui GCF.
Hal ini untuk membantu beberapa Negara yang sudah berkembang seperti Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi dan menanggulangi dampak perubahan iklim melalui aksi daerah. Sangat besar aksi daerah untuk berkontribusi terhadap Perubahan Iklim sehingga inisiatif Inisiatif GCF untuk mendorong pemangku pemerintah melalui program Prioritas Pemerintah pusat dan daerah yang berdampak pada tujuan utama pendanaan itu, di SwissBel Hotel Manokwari, Rabu (19/6/2019) lalu.
Lanjut Noor, Untuk menjalankan Proyek Perubahan Iklim ini, GCF diawasi melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan RI yang berfungsi sebagai National Designated Authority (NDA) atau sebagai Sekretariat NDA. Tugas utama NDA adalah bagaimana memastikan Program skala besar yang dikembangkan dari pendanaan PBB melalui GCF dan harus sinkron pada prioritas serta target pemerintah pusat yang berhubungan dengan perubahan iklim.
Salah satu strategisnya adalah komitmen pemerintah indonesia dengan target penurunan Emisi tahun 2030 melalui Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target skema pendanaan 29% adalah pendanaan dari Indonesia dan jika pendanaannya dari negara maju lainnya 41% berkontribusi dalam proyek mitigasi untuk perubahan iklim di Indonesia.
Sedangkan komitmen pemerintah Indonesia melalui proyek adaptasi perubahan iklim dituangkan dalam proyek sub sektor seperti Food Security and energy sovereignty, economi resiliance, life system resiliance, Ecosystem Resiliance, Special Territory ResiliaAnce, Supporting System, Cities, Coastal, and Small Islands.
Skema pendanaan dari GCF ini, Indonesia mempunyai list program iklim yang sesuai dengan prioritas rencana aksi nasional dan telah melalui studi pemetaan pendanaan iklim di Indonesia. Karena sebagian besar Program dirancang atau dilaksanakan di tingkat daerah, maka NDA perlu mempublikasikan secara luas informasi mengenai GCF kepada para pemangku kepentingan di daerah, mulai dari pemerintah daerah, sektor swasta, universitas, Non-Governmental Organization, mitra pembangunan hingga kelompok masyarakat adat khusus di Papua Barat dan Maluku.
Dalam sambutan pembukaan kegiatan Potensi Pendanaan GCF, Gubernur Papua Barat yang diwakili Sekertaris Daerah (SEKDA) Nataniel D. Mandacan membacakan dalam teks tertulis bahwa, kegiatan GCF ini merupakan bagian dari komitmen dan tindak lanjut Deklarasi Manokwari melalui kegiatan International Conference on Biodiversity, Ecotourism and Creative Economy (ICBE) tahun 2018 lalu. Dan tidak terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kita dengan target 70% untuk melindungi ekosistem dan hutan tropis di Papua Barat.
Lanjut Mandacan, Penyebab utama dalam meningkatnya Gas Rumah Kaca (GRK) adalah meningkatnya Deforestasi di Papua Barat sehingga adanya terobosan-terobosan baru yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi GRK ini. Salah satunya Deklarasi Manokwari memiliki visi bersama Tanah Papua yaitu Tanah Papua Damai, Berkelanjutan, Lestari dan Bermartabat yang berisi 14 item, Province of Conservation dan rendah karbon (Low Carbon). Komitmen Pemerintah Provinsi diturunkan pada level Kabupaten Kota yang sudah menjadi Kabupaten Konservasi, misalnya Tambrauw, Pegunungan Arfak, Raja Ampat dan tentu kabupaten lainnya.
Tanah Papua sudah diplot oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga Pemda mengambil komitmen dengan berbagai inisiatif positif untuk mengatasi permasalahan yang merugikan. Saat ini, aktivitas perusahaan di lapangan sedang berlangsung sehingga program pemerintah dan kebijakan lainnya seperti rendah karbon, Deklarasi Manokwari dan lainnya menjadi penting untuk perlu di maknai oleh semua pihak, kata Sekda Nataniel D. Mancana pada akhir sambutannya sekaligus membuka kegiatan Workshop Potensi Pendanaan GCF di Papua Barat.
Dalam kegiatan tersebut dihadiri pemangku pemerintah yang terdiri dari Kementerian Keuangan RI, Pemerintah Papua Barat, Pemerintah Maluku, pemerintah Kabupaten dan Kota, Akademisi, LSM dan Mitra Pembangunan lain.
Tujuan kegiatan workshop yang dilaksanakan di Swiss Belhotel, Manokwari, Papua Barat, Rabu-Kamis, 19-20 Juni 2019 ini, para pemangku kepentingan di daerah, seperti Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku dapat mengakses sumber pendanaan alternatif untuk membiayai proyek prioritas atau program pembangunan rendah emisi.
Dessi Yuliana menyatakan dalam pemaparan materi Green Climate Fund, GCF telah menyetujui bantuan dana sebesar US$100 juta untuk proyek Indonesia Geothermal Resource Risk Mitigation Projec (GREM) dengan total investasi sebesar US$410 juta yang di jalankan PT.Sarana Multi Infrastruktur (persero) sebagai lembaga yang terakreditasi. Selain itu, dana sebesar US$0,8 juta juga akan disalurkan GCF bagi proyek persiapan fasilitas moda transportasi Bus Rapid Transit di Semarang senilai US$1.25 juta.
Green Invesmen Specialist (GGGI), ditunjuk oleh BKF sebagai mitra penyedia (delivery partner) dalam implementasi Readiness And Preparatory Support Program (RPSP) GCF di Indonesia. “GGGI menyediakan program dukungan persiapan dan kesiapan bagi BKF dan lembaga-lembaga lainnya dalam meningkatkan kapasitas sehingga mampu mengakses pendanaan GCF, tujuan kami membantu meningkatkan kesiapan BKF dalam menjalankan peran sebagai MDA,” jelas Dessi
Kegiatan Workshop ini dibagi tiga isu penting yang terdiri dari Agroforestry, Food And Security (AFOLU), Energi, Adaptasi dan Mitigasi. Kemudian dilakukan diskusi dan memapaprkan hasil diskusinya dan rumusan ini menjadi kebijakan pemerintah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku untuk mengatasi Perubahan Iklim ini.
Perwakilan Bentara Papua juga mempertegas, harus ada komitmen bersama dan semua pihak memaknai kebijakan Pemerintah untuk menjawab kesenjangan-kesenjangan yang saat ini terjadi. Dalam rumusan tersebut juga harus ada dampak bagi masyarakat yang konsisten menjaga wilayah adat dan hutan mereka untuk kepentingan perubahan iklim tersebut.
Hasil rumusan ini, sambuug Dessi, akan menjadi program prioritas Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Maluku untuk penyusunan Proposal atau konsep Note kepada kementerian keuangan dan GCF.*)