Work With Us
STORY
Seven Years of Struggling, the Knasaimos Customary Forest Area is Recognized by the State through a Decree from the Regent of South Sorong
07 June 2024 - by Admin

Masyarakat adat Papua sudah turun temurun bergantung pada ekosistem hutan, karena hutan adalah ibu yang harus dibaktikan dan warisan nenek moyang yang harus dilindungi. Perjuangan panjang masyarakat adat Knasaimos selama tujuh tahun terhitung sejak tahun 2017 akhirnya membuahkan hasil yang baik pada pertengahan bulan Juni 2024.

Masyarakat adat Knasaimos telah menerima Surat Keputusan Bupati Sorong Selatan tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Terhadap Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Kabupaten Sorong Selatan yang diserahkan oleh Sekretaris Daerah Sorong Selatan Dance Nauw mewakili Bupati Sorong Selatan.

Perlu diketahui, dalam dua dekade terakhir, masyarakat adat Knasaimos berjuang melindungi tanah dan hutan adatnya dari eksploitasi pihak luar untuk mempertahankan wilayahnya yang luasnya mencapai 97.441 ha. Beberapa upaya yang dilakukan masyarakat adat untuk menolak eksploitasi antara lain memetakan wilayah adatnya, mengolah sagu (salah satu bentuk kemandirian pangan dan ekonomi) dan mendaftarkan pengakuan wilayah adatnya kepada Pemerintah Daerah Sorong Selatan.

Selaku Ketua Dewan Persatuan Masyarakat Adat Knasaimos, Fredik Sagisolo mengungkapkan perasaannya atas nama masyarakat adatnya dimana beliau menyatakan bahwa tanah dan hutan merupakan warisan tak bergerak yang telah ditempati sejak zaman dahulu dan merupakan hak sulung yang diwariskan oleh nenek moyang. kepada generasi penerus, sehingga harus dilindungi.

“Pengakuan wilayah adat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi kami masyarakat adat,” kata Fredik Sagisolo. Pengajuan yang dilakukan masyarakat adat Knasaimos ini secara hukum berdasarkan Peraturan Daerah Sorong Selatan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Sorong Selatan.

Masyarakat adat berharap kepastian hukum ini dapat memperkuat benteng pertahanan terakhir mereka untuk melindungi hutan dan wilayah adat dari ancaman investasi yang merugikan mereka pada khususnya dan Tanah Papua pada umumnya.

Menjaga hutan bukan hanya tugas laki-laki saja, perempuan juga mampu, seperti yang dilakukan oleh perempuan adat Knasaimos dalam mengelola hutan adatnya. Pengelolaan hutan ini juga berbasis kearifan lokal sehingga tidak merusak alam. Hutan dimanfaatkan sebagai apotek kehidupan untuk berobat, kebun untuk ditanami dan dikonsumsi, serta sagu yang melimpah selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan namun juga diolah untuk menunjang kebutuhan ekonomi.

Yosefina Sreklefat selaku Bendahara Lembaga Pengelola Hudan Desa Kampung Sira mengatakan, adanya rasa syukur atas SK MHA ini karena dengan adanya SK MHA tersebut, berarti perempuan bisa leluasa mengelola dan memanfaatkan hutan tanpa adanya campur tangan pihak luar.
“Perempuan dan hutan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” jelas Yosefina Sreklefat.

Maka, jika hutan dan lahan bisa memenuhi kebutuhan hidup masyarakat adat, mengapa pengakuan terhadap masyarakat adat masih minim. Kisah masyarakat adat Knasaimos memberikan pesan bahwa sebagai kelompok kecil yang ingin menjaga kelestarian hutan, lahan, dan keanekaragaman hayati, mereka harus terus berjuang hingga mendapatkan pengakuan dan rasa hormat. Sebab, kenyataan di Papua saat ini menunjukkan masih banyak masyarakat adat yang mengalami ancaman perampasan hutan adatnya, seperti yang dialami masyarakat adat Awyu.

Other Story

Dapatkan Informasi dan Update Terbaru dari Kami

Rumah Bentara Papua
Jalan Asrama Jayapura, Manggoapi Dalam, Angkasa Mulyono-Amban Manokwari - Papua Barat Indonesia, 98314

Photos and images ©Bentara Papua or used with permission.
© Bentara Papua. All Rights Reserved

Web Design by SOLV