Selain Sebagai Katub Pengaman, Kajian Ini Harus Bisa Mewujudkan Kedaulatan Lingkungan Hidup di Tanah Papua
Ini sambutan Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor (PDLKWS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Erik Teguh Primiantoro,S.Hut,MES pada pembukaan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Daya Dukung Lingkungan Hidup Papua di Ekoregion Papua Dalam Rangka Kebijakan Pengaman Pembangunan Papua…
Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Bappenas dalam berbagai kesempatan sudah berkomitmen untuk menempatkan atau mengintegrasikan rencana pembangunan rendah karbon dalam berbagai konsep RPJM ke depan. Jadi RPJM 2020 dan 2024, salah satu komitmennya adalah bagaimana mengintegrasikan pembangunan rendah karbon.
Dengan integrasi ini maka seluruh proses pembangunan nasional maupun di daerah khususnya di tanah Papua itu harus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga seluruh asset sumber daya alam dan lingkungan hidup serta menghasilkan nilai tambah bersama-sama dengan terjadinya peluang-peluang pembangunan maupun transformasi ekonomi di Papua.
Dalam berbagai kesempatan disebutkan pula bahwa salah satu pilar dasar dari Law Carbon Development adalah menempatkan daya dukung sebagai prioritas yang harus diperhatikan. Bappenas pada setiap kesempatan dan di segala tempat selalu mengatakan hal ini.
Karena daya dukung menjadi basis untuk pembangunan rendah, maka kolaborasi antar berbagai perencana pembangunan para praktisi lingkungan menjadi sesuatu yang penting dan harus segera dibangun.
Dalam kaitan dengan itu semua, maka Pemerintah Kerajaan Norwegia, bekerjasama dengan KLHK lewat program Infrastruktur REDD Plus itu membuat kajian ini.
Kajian Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup Papua itu sendiri, beserta neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup harus didayagunakan dalam rangka memberikan informasi yang penting bagi proses pembangunan rendah karbon di Papua.
Dari hasil kajian itu, ada beberapa informasi yang dapat digunakan, terkait dengan masalah daya dukung air, daya dukung pangan dan juga bagaimana tekanan penduduk pada lahan untuk menghasilkan pangan serta berbagai kecenderungan perubahan jasa lingkungan yang akan terjadi di Papua ke depan.
Karena itu, semua informasi dari hasil kajian diharapkan tidak hanya berhenti saja pada kajian, tapi harus diintegrasikan, didayagunakan untuk bisa mempengaruhi segala macam proses pembangunan yang ada di Papua, mulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Sehingga semua proses pembangunan rendah karbon dapat dilakukan secara terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tantangan ke depan, bagaimana kita bisa mengintegrasikan hasil kajian ini untuk bisa mewarnai, memperkuat safe guard di masing-masing KRP (Kebijakan, Rencana atau Program) di Papua. Mulai dari RPJMD, Tata ruang maupun rencana detailnya.
Tantangan lain, kajian ini idealnya dapat didukung dengan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup, yang tidak hanya berisi data terkait dengan asset secara fisik, tapi juga secara moneter.
World Economic Forum (WEF) telah membantu Bappenas menghitung neraca sumber daya alam untuk Sumatera dan Papua. Terkait dengan gambut, lahan dan air. Informasi itu bisa digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
Kalau kita bicara lingkungan, kita tidak buru-buru bicara tentang romantisme, tapi kita bicara tentang nilai tambah, nilai rupiah dari hitungan tadi.
Untuk bisa mengintegrasikan hasil kajian daya dukung daya tampung dan neraca, maka ke depan ada beberapa infrastruktur yang perlu dibangun. Salah satunya berdasarkan hasil kajian ini, apakah kajian ini sudah memiliki terkait dengan kerangka regulasi. Apakah kerangka regulasi yang ada itu memungkinkan ada ruang untuk melakukan integrasi hasil kajian ke dalam berbagai KRP. Kalau tidak ada, kita mesti memberikan penguatan dari aspek legal.
Dari aspek teknis bagaimana kita bisa mengintegrasikan hasil kajian ini ke dalam berbagai macam metode pembangunan.
Tidak kalah penting, penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia di daerah menjadi sangat penting. Sehingga teman-teman di daerah bisa memahami hasil kajian.Setelah memahami, diharapkan bisa memainstreaming hasil kajian itu ke dalam proses pembangunan yang ada di daerah.
Jangan sampai hasil kajian berhenti di meja saja, tapi bisa ditransformasikan ke dalam praktek-praktek local yang ada di daerah.
Koordinasi, Networking juga menjadi sangat penting. Hasil kajian ini juga bisa menumbuhkan peran serta masyarakat bahwa memang penting bagi perlindungan orang asli Papua dari orang Papua ke depan.
Tidak hanya aspek spasial dan data atribut, tapi bagaimana data ini juga bisa diakses, dan didayagunakan oleh teman-teman di daerah. Penguatan system informasi menjadi sangat penting sekali. Updating juga menjadi sangat penting, jangan sampai kajian selesai, lalu dibiarkan, tidak diupdate lagi. Ini bisa menjadi masalah.
Data dari kajian ini memberikan informasi yang cukup bagus. Mekanisme pendanaan ke depan juga harus diperhatikan. Kita harus memberikan ruang bagi pendanaan agar hasil kajian bisa dipraktekan di tingkat local.
Kami berharap semua pihak, pemerintah dan masyarakat, para pakar dan praktisi dapat berkolaborasi untuk memperkuat infrastruktur yang kami sebutkan tadi. Sehingga hasil kajian ini bisa didayagunakan dalam mewujudkan kedaulatan rendah karbon di tanah Papua dan mewujudkan kedaulatan lingkungan.
Bagaimana kita bisa mewujudkan Kedaulatan Lingkungan di Tanah Papua, artinya kondisi yang baik dan sehat bisa tercipta, masyarakat Papua dan Orang Asli Papua bisa maju dan sejahtera.
Sebagai katub pengaman proses pembangunan di Papua untuk kesejahteraan orang Papua dan Orang Asli Papua dengan tetap menjaga dan menjamin fungsi kelestarian lingkungan hidup di Tanah Papua.
Jangan sampai lagu Tanah Papua hanya sebatas lagu, tapi tidak ada bentuknya di lapangan. Kajian ini diharapkan jadi model untuk kajian sejenis dibeberapa tempat. Dan model bagi pengintegrasian hasil kajian tadi dengan berbagai Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Tata ruang, RPJMD. Toolsnya ke depan bisa menggunakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Bisa jadi referensi untuk mewarnai untuk proses perencanaan di tingkat tapak.*)
Sambutan ini direkam lalu ditulis kembali oleh Alberth Yomo peserta FGD dari Perkumpulan Bentara Papua, Manokwari.